Bayangkan, jika kita sedang menengadah ke langit di malam hari, kita melihat sinar bulan yang begitu indah. Nah, sinar bulan yang kita lihat itu membutuhkan waktu untuk menempuh jarak dari bulan ke bumi sekitar 350.000 kilometer. Karena kecepatan cahaya sekitar 300.000 km per detik, maka cahaya bulan itu membutuhkan waktu lebih dari satu detik untuk sampai ke bumi.Artinya, ketika kita melihat bulan, sebenarnya bulan yang kita lihat itu bukanlah bulan pada saat yang sama.
Sebab, bulan membutuhkan waktu selama satu detik untuk mencapai bumi. Paling tidak, bulan yang kita lihat saat ini adalah bulan satu detik yang lalu. Hal itu juga terjadi ketika kita melihat matahari. Karena jarak Matahari – Bumi yang demikian jauhnya sekitar 150 juta kilometer, maka kecepatan cahaya membutuhkan waktu 8 menit untuk sampai ke bumi. Artinya, jika waktu itu kita melihat matahari, maka matahari yang kita lihat itu sebenarnya bukalah matahari pada saat itu, melainkan matahari 8 menit yang lalu (Mustofa, 2006:71). Keanehan dan kekaguman itupun terus bertambah kala kita menyaksikan benda2 angkasa luar. Sebut saja bintang misalnya. Jarak antar bumi dengan bintang terdekat (proxima centauri) sekitar 4,2 tahun cahaya. Artinya ketika kita melihat bintang terdekat (proxima centauri) itu adalah bintang empat tahun yang lalu. Atau mungkin begini, andaikan kita punya sahabat di proxima centauri dan kita mengirimkan sms kepada teman kita tersebut, maka sms tersebut akan diterima oleh teman kita 4,2 tahun setelah sms tersebut kita kirim….!! (hum,,,)
Kecepatan cahaya telah mendapat legalitas berdasarkan keputusan kongres Internasional tentang Standar Ukuran yang digelar di Paris tahun 1983: bahwa kecepatan cahaya berada dalam vakum sebesar 299.792.458 meter per detik dibulatkan sekira 300.000 kilometer per detik. Dan tentu saja, kecepatan cahaya berlaku sama bagi seluruh gelombang spektrum dan mempersentasikan batas kecepatan dalam alam fisika (Ahmad, 2006:168). Jadi bias disimpulkan bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan tertinggi dalam alam fisika (untuk saat ini).
Peristiwa Isra’ Miraz
Salah satu Mukjizat Rasulullah S.A.W yang sampai saat ini masih sangat sukar untuk dipahami oleh akal pikiran kita adalah peristiwa Isra’ Mi’raj. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun kabisat sekitar abad ke-7 atau sekitar 1400 tahun silam dan kemudian tiap tahunnya dirayakan sebagai hari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad S.A.W dan untuk tahun ini jatuh pada hari rabu tanggal 29 juni tahun masehi (hari ini). Saya yakin, teman2 pasti sudah paham arti dari isra’ mir’aj….! Jadi, ndk akan saya bahas lagi pengertian dari isra’ miraj. Namun, saya akan menyampaikan firman Allah S.W.T tentang isra’ miraj ini :
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah diberkahi sekelilingnya oleh Allah agar Kami perhatikan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al Isra:1).
Sayapun dulu sempat mengalami kontroversi dalam batin saya ketika lebih jauh memahami tentang isra’ mi’raj dan setelah mempelajari astronomi. Hum,,,,,!! Berbagai jenis pertanyaanpun sempat muncul dalam batin saya dan memaksa untuk mencari lebih jauh tentang peristiwa maha dahsyat ini yang sempat menggegerkan tanah arab. Meminjam pendapat Mudhary, (1996) yang menyatakan bahwa persitiwa itu jauh lebih mengagumkan dari satelit ataupun sputik dan benda-benda langit lainnya. Peristiwa itu dinamakan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw. Muhammad tidak saja menembus ruang angkasa di sekitar bulan, bahkan sudah meluncur ke ufuk yang tertinggi, melalui sistem planet, menerobos ruang langit yang luas, berlanjut terus ke gugusan Bintang Bima Sakti, meningkat kemudian mengarungi Semesta Alam hingga sampai di ruang yang dibatasi oleh ruang yang tak terbatas. Kemudian sampailah Rasulullah Muhammad saw pada Ruang yang Mutlak yang dinamakan “Maha Ruang”. Inilah yang disebut “Dan dia Muhammad di ufuk yang tertinggi”
Kalau Mi’raj, maka secara manusiawi Rasul SAW akan lepas dari Bumi. Dan lebar Bumi sekitar 12.700 km; Lalu, kita manusia akan membayangkan lagi, Rasul SAW lepas dari Tata Surya kita. Dan lebarnya 9.000.000.000 km. Berikutnya lepas Tata Surya masih harus lepas dari Galaksi kita yang panjangnya; 925.000.000.000.000.000 km. dari galaksi harus lepas lagi dari cluster galaksi. Untuk jarak2 silahkan liat sendiri di [ Cosmic Distance Scales ]. Jarak itupun semuanya mungkin berada dalam langit pertama. Bahkan sampai saat ini, dengan alat tercanggihpun manusia belum mampu menentukan batas (ujung) dari langit pertama ini, sedangkan Nabi Muhammad melakukan perjalanan sampai ke langit lapis ke tujuh, hanya dalam jangka waktu semalam.
Peristiwa ini kontan membuat geger masyarakat, ada masyarakat yang mencemooh, ada masyarakat yang ragu2 dan tak sedikit pula yang meng”iman”i peristiwa tersebut. Lantas bagaimana dengan kita? Termasuk golongan yang mana: tidak yakin, ragu-ragu, atau yakin? Alternatif dari jawaban itu adalah bahwa kita harus yakin dengan di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kannya Muhammad, sekaligus meyakinkan kaum peragu bahwa peristiwa ini pun masuk akal, logis, dan rasional. Sebab, bisa dibuktikan secara empiris dalam ilmu pengetahuan modern. Bukankah Abbas Mahmud Aqqad, memberi penjelasan makna mukjizat ilmiah dalam al Quran dan Hadits secara lebih mendalam yakni terdapat dua macam mukjizat yang harus dibedakan: mukjizat yang harus dicari, dan mukjizat yang memang tidak perlu dicari. Misalkan saja Mukjizat terbelahnya bulan telah dibuktikan oleh ilmuan modern (pernah saya posting di salah satu blog saya)
Dalam Al-qur’an surah Al Isra 1 terdapat kata asraa, yang telah memperjalankan. Ini berarti bahwa perjalanan Isra Mi’raj bukan atas kehendak Rasulullah, melainkan kehendak Allah. Oleh karena itu, Allah lantas mengutus malaikat Jibril untuk membawa Nabi melanglang ‘ruang’ dan ‘waktu’ didalam alam semesta ciptaan Allah. Mengapa Jibril? Sebab Jibril merupakan makhluk dari langit ke tujuh yang berbadan cahaya. Dengan badan cahayanya itu, Jibril bisa membawa Rasulullah melintasi dimensi-dimensi yang tak kasat mata. Agus (2006:15),
Pembuktian menurut ilmu Fisika, bahwa eter menjadi zat pembawa sekaligus pelantara daya elektromagnetik. Eter adalah udara yang ringan sekali, lebih ringan dari udara yang dihirup oleh manusia: O2. Dalam bahasa Arab disebut dengan “Itsir”. Jika eter bergetar, niscaya membutuhkan pula zat pembawa yang lebih halus lagi dari eter itu sendiri, agar getaran eter itu bisa tersebar ke mana-mana. Mudhary (1996;28)
Sedangkan menurut Ilmu Metafisika, Rasul naik ke ruang angkasa melakukan perjalanan Mi’rajnya tentu membutuhkan zat pembawa yang lebih halus dari jiwa atau rohaninya. Oleh karena itu, makhluk hidup yang memiliki dua jasad: jasmani dan rohani, maka diperlukan zat pembawa yang lebih halus dari rohani itu sendiri dan mampu mengangkat jasmani Rasul sekaligus. Dan ternyata makhluk yang sangat halus itu bernama Jibril.
Selain Jibril, perjalanan super istimewa itu disertai juga oleh kendaraan spesial yang didesain Allah dengan sangat spesial bernama Buraq. Ia adalah makhluk berbadan cahaya yang berasal dari alam malaikat yang dijadikan tunggangan selama perjalanan tersebut. Buraq berasal dari kata Barqum yang berarti kilat. Maka, ketika menunggang Buraq itu mereka bertiga melesat dengan melebihi kecepatan cahaya sekitar 300.000 kilometer per detik (Mustofa, 2006:15).
Jika seandainya kecepatan Buraq diambil serendah-rendahnya setara dengan perbandingan kecepatan cahaya saja: 300.000 kilometer per detik, maka jarak antara Masjidil Haram di Mekkah dengan Masjidil Aqsha di Palestina yang berjarak 1.500 kilometer, paling tidak memakan waktu 1/200 detik. Padahal, Buraq adalah makhluk hidup yang kecepatannya pun bisa melebihi kecepatan elektris tadi.
Pertanyaannya kemudian, bukankah kecepatan cahaya adalah kecepatan paling tinggi yang telah dihasilkan Fisika Modern? Seperti yang saya jelaskan sebelumnya. Berarti bias kita simpulkan bahwa kecepatan setinggi itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang benda. Hanya sesuatu yang sangat ringan saja yang bisa memiliki kecepatan yang bisa melebihi kecepatan cahaya. Bahkan, saking ringannya, maka sesuatu itu harus tidak memiliki massa sama sekali. Yang bisa melakukan kecepatan itu hanya photon saja, yaitu kuantum-kuantum penyusun cahaya. Bahkan, electron sekali pun yang bobotnya hamper nol sekalipun tidak bisa memiliki kecepatan setinggi itu.
Sedangkan manusia sendiri terkonstruksi dari satuan-satuan utama yang sangat kecil dinamakan sel. Jumlahnya sekitar 390 milyar. Jika dilihat dari penyusunnya, maka berbagai macam sel itu tersusun dari molekul-molekul. Baik yang sederhana maupun molekul yang kompleks. Mulai dari H2O, sampai pada molekul asam amino atau proteir kompleks lainnya. Dan jika dicermati, maka molekul itu juga tersusun dari bagian-bagian yang lebih kecil disebut atom. Dan atom ini pun tersusun dari partikel-partikel sub atomik seperti: proton, neutron, elektron, dan sebagainya.
Karena manusia memiliki bobot, jangankan untuk dipercepat dengan kecepatan setingkat kecepatan cahaya. Dengan percepatan beberapa kali gravitasi bumi (G) saja, sudah akan mengalami kendala serius, bahkan bisa meninggal dunia. Andaikan kita bergerak dengan percepatan dua kali grafitasi bumi, maka badan kita akan mendapat tekanan dua kali lipat. Andaikan bobot kita 50 kg maka ketika melakukan gerakan dengan kecepatan 2G maka bobot kita akan berubah menjadi 100 kg
Jika memang demikian, bukankah Nabi Muhammad juga adalah seorang manusia…? Yang mempunyai massa/jasmani. Lalu bagaimana jasmani NabiMuhammad mampu menembus lapisan langit dengan bantuan kecepatan cahaya ? Apakah Muhammad di-Isra-kan dan di-Mi’raj-kan dengan jasmani dan rohaninya sekaligus? Hum,,,
Einsteinpun menyampaikan dalam relativitas khususnya bahwa, ketika sebuah objek mendekati kecepatan cahaya, maka akan terjadi hal-hal ganjil sebagai berikut:
1. Waktu melambat:
Ini disebut dilatasi waktu. Ini diamati tahun 1941 dalam ekperimen partikel atom berkecepatan tinggi yang disebut muon. Ini juga ditunjukkan tahun 1971, ketika jam yang amat sangat akurat, diterbangkan dengan cepat keliling dunia di atas pesawat terbang jet. Setelah dua hari,jam itu berkurang sepersekian detik dibandingkan dengan jam yang sama di permukaan bumi, karena jam itu bergerak lebih cepat.
2. Objek mengecil.
Objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya, akan mengalami pemendekan sesuai arah geraknya. Kalau roket antariksa bisa bergerak dengan separohkecepatan cahaya, panjangnya akan sekitar enam per tujuh panjang aslinya di landasan luncur. Efek ini sudah diteliti sejak tahun 1890-an.
3. Massa objek bertambah.
Ini artinya objek akan bertambah berat. Ini sudah diperlihatkan berulang kali dengan eksperimen partikel yang bergerak dengan kecepatan tinggi seperti elektron. Dari ide inilah Eistein mengembangkan rumus terkenalnya E = mc².
Mungkinkah manusia bisa bergerak secepat cahaya? Seiring bertambahnya massa orang tersebut, maka gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya bergerak lebih cepat lagi juga terus bertambah. Pada hampir kecepatan cahaya, massa akan begitu besar sampai gaya yang dibutuhkan untuk memberikan dorongan ekstra itu akan sangat besar sampai mustahil. Akibatnya kecepatan cahaya tidak akan benar-benar tercapai.
Salah satu ‘skenario rekonstruksi’ untuk mengatasi problem ini adalah teori Annihilasi. Teori ini mengatakan bahwa setiap materi (zat) memiliki anti materi. Dan jika materi dipertemukan atau direaksikan dengan anti materinya, maka kedua partikel tersebut bakal lenyap berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gama. Hal ini telah dibuktikan di laboratorium nuklir bahwa jika ada partikel proton dipertemukan dengan antiproton, atau elektron dengan positron sebagai antielektronnya, maka kedua pasangan partikel tersebut akan lenyap dan memunculkan dua buah sinar gama, dengan energi masing-masing 0,11 MeV untuk pasangan elektron dan 938 MeV untuk pasangan partikel proton. Sebaliknya, jika ada seberkas sinar Gama yang memiliki energi sebesar itu dilewatkan medan inti atom, maka tiba-tiba sinar tersebut lenyap berubah menjadi dua buah pasangan partikel seperti di atas. Hal ini menunjukan bahwa materi memang bisa berubah menjadi cahaya dengan cara tertentu, yang disebut sebagai reaksi Annihilasi. (Mustofa, 2006:20).
Nah, proses pengubahan materi menjadi cahaya terjadi sesaat sebelum perjalanan Isra Mi’raj dimulai. Kejadian ini ketika Rasul disucikan oleh Jibril di dekat sumur zam-zam. Bisa dikatakan jika proses ini adalah proses operasi hati Muhammad dengan air zam-zam. Kenapa operasi hati? Bukan otak atau jantung misalnya? Ya, sebab hati adalah pangkal dari seluruh aktifitas badani. Bahkan Rasul mengatakan bahwa hati adalah pangkal dari segala aktifitas badani. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh aktifitas badannya. Begitu juga sebaliknya jika buruk hatinya, maka buruk juga segala aktifitas badaniahnya.
Itulah agaknya yang terjadi pada diri Rasulullah saat ‘dioperasi’ oleh malaikat Jibril di dekat sumur zam-zam. Jibril melakukan manipulasi terhadap sistem energi menjadi badan cahaya. Dengan kesiapan ini, Muhammad siap untuk dibawa melalui kawalan Jibril dengan mengendarai Buraq menembus batas langit hingga akhirnya berjumpa dengan Sang Pemilik Cahaya Abadi.
Penutup :
Siapa pun ia jika mengira akal adalah Tuhan yang patut disembah, sains adalah Maha Guru tertinggi yang patut dipuji, maka ia bagai berada dalam dimensi yang terus memenjaranya untuk tidak menemukan kebenaran hakiki. Sebab, Kant pernah berkata (dalam avant propos Capra, 2000:xxii), bahwa ia secara meyakinkan dan sudah membuktikan jika nalar teoritis sama sekali tak mampu menangkap kebenaran metafisika. Dengan kata lain, sains tak bisa membuktikan Tuhan ada, juga tidak bisa membuktikan Tuhan tidak ada. Dengan ini, Kant sebenarnya hendak membatasi ekspansi sains, menyisakan ruang bagi iman.
Perjalanan yang ditempuh dari pecinta menuju yang dicintainya, hingga keadaan ini berada dalam vakum penyatuan. Cerminan penyatuan itu tertuang dalam sebuah hadits qudsi: “Tidak henti-hentinya hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan melakukan ibadah-ibadah nawafil, hingga Aku mencintainya. Kalau Aku telah mencintainya, Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; Aku akan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; Aku akan menjadi tangannya yang dengannya ia memegang; Aku akan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia bermohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonannya. Jika ia berlindung kepada-Ku, Aku akan melindungi dirinya” (HR. Bukhari).
Jadi, bisa kita pahami sebenarnya ilmu dan agama adalah sejalan. Hanya saja terkadang ilmu belum mampu dan butuh waktu untuk menjelaskan apa yang menjadi syariat dalam agama kita jika ditinjau dari segi keilmuan.
Diakhir tulisan ini, saya ingin bercerita tentang sebuah kisah yang bisa djadikan ibroh,
Ada seekor semut merah bercerita kepada kelompoknya. Katanya dia telah bepergian dari pulau Jawa ke Amerika hanya menempuh beberapa jam saja. Semua teman-temannya tidak percaya, karena menurut semua bangsa semut hal tersebut mustahil. Tapi, si semut merah berujar, bahwa dia terbawa oleh si pilot yang mengendarai pesawat terbang sehingga bisa mencapai Amerika dengan waktu beberapa jam saja.
Nabi Muhammad merupakan hamba terkasih dari Allah SWT yang DIPERJALANKAN oleh Allah SWT. Jadi tak ada yang tak mungkin bagi Allah, karena Allah Maha Kuasa melakukan apapun. Dalam pandangan manusia, mungkin Isro’Mi’roj merupakan peristiwa yang mustahil jika jasad manusia bisa menempuh perjalanan tersebut. Tapi perlu diingat, bahwa Nabi di ISRO-MI’ROJkan oleh Dzat Yang Maha Kuasa. (wallahu’alam)
Referensi :
Al Quran dan terjemahnya.
Agus Mustofa, 2006, Terpesona di Sidratul Muntaha, Surabaya, Padma.
Agus Purwanto, 2008, Ayat-ayat Semesta, Bandung, Mizan Media Utama.
Bahaudin Mudhary, 1996, Setetes Rahasia Alam Tuhan, Surabaya, Pustaka Metafisika.
Syekh Yusuf al-Hajj Ahmad, 2006, Al Quran Kitab Sains dan Media, Jakarta, Grafindo.
Sumber :
1. http://Fisikadankehidupan.blogspot.com
2. http://belajarmengajar.blogspot.com
3. http://pakarfisika.wordpress.com 4. Cosmic Distance Scales5. Harun Yahya